Bagi jutaan orang di seluruh dunia, citra robot kucing biru tanpa telinga yang keluar dari laci meja adalah pemandangan yang tak asing lagi. Doraemon, dengan kantong ajaibnya yang tak berdasar dan persahabatannya yang tulus dengan Nobita Nobi, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masa kecil banyak generasi. Popularitasnya yang mendunia dan penampilannya yang ramah anak sering kali membuatnya ditempatkan dalam kategori yang sama dengan kartun Barat seperti Tom and Jerry atau Looney Tunes. Namun, hal ini memicu perdebatan sederhana namun mendasar di kalangan penonton, terutama mereka yang baru mengenal budaya pop Jepang: Apakah Doraemon sebenarnya termasuk anime?
Jawabannya, secara singkat dan tegas, adalah ya. Doraemon tidak hanya termasuk dalam kategori anime, tetapi juga merupakan salah satu pilar paling fundamental dan berpengaruh dalam sejarah animasi Jepang. Namun, untuk memahami mengapa jawaban ini begitu pasti dan mengapa pertanyaan ini sering muncul, kita perlu membongkar definisi "anime", menelusuri jejak sejarah Doraemon, menganalisis genrenya, dan memahami dampak kulturalnya yang luar biasa.
1. Definisi Mendasar: Apa Sebenarnya "Anime" Itu?
Kesalahpahaman pertama sering kali berasal dari definisi "anime" itu sendiri. Di Jepang, kata "anime" (アニメ) adalah singkatan dari animeshon (アニメーション), yang merupakan serapan dari kata bahasa Inggris "animation". Di negara asalnya, istilah ini digunakan untuk merujuk pada semua bentuk animasi, tanpa memandang negara asal. Jadi, bagi orang Jepang, film-film Disney seperti Frozen atau serial seperti SpongeBob SquarePants juga disebut sebagai "anime".
Namun, di luar Jepang, istilah "anime" telah berevolusi menjadi kata spesifik yang merujuk pada animasi yang diproduksi di Jepang. Definisi internasional inilah yang menjadi acuan dalam perdebatan global. Berdasarkan definisi ini, kriteria utama untuk sebuah karya disebut anime adalah asal-usul produksinya.
Banyak penonton internasional mengasosiasikan anime dengan gaya visual tertentu: mata besar yang ekspresif, rambut berwarna-warni yang menentang gravitasi, garis kecepatan saat adegan aksi, dan ekspresi wajah yang dilebih-lebihkan. Meskipun ciri-ciri ini memang populer di banyak serial anime, terutama yang bergenre shonen (untuk remaja laki-laki) seperti Dragon Ball atau Naruto, gaya tersebut bukanlah syarat mutlak. Dunia anime sangat beragam. Coba bandingkan gaya visual realis dan suram dari Attack on Titan, keindahan artistik yang lembut dari film-film Studio Ghibli seperti My Neighbor Totoro, dan desain karakter yang unik dari JoJo’s Bizarre Adventure. Semuanya adalah anime, meskipun gayanya sangat berbeda.
Dengan demikian, berdasarkan kriteria paling fundamental—yaitu animasi yang berasal dari Jepang—Doraemon sudah jelas memenuhi syarat.
2. Menelusuri Jejak Doraemon: Dari Manga ke Layar Kaca
Untuk memperkuat status Doraemon sebagai anime, kita perlu melihat seluruh ekosistem produksinya, yang sangat khas Jepang. Perjalanan Doraemon tidak dimulai sebagai animasi, melainkan sebagai manga (komik Jepang).
Kisah ini lahir dari duo mangaka legendaris, Fujiko Fujio, yang kemudian berpisah menjadi Fujiko F. Fujio (pencipta utama Doraemon) dan Fujiko A. Fujio. Manga Doraemon pertama kali diterbitkan pada bulan Desember 1969 oleh penerbit Shogakukan dan diserialisasikan secara bersamaan di berbagai majalah anak-anak. Keberhasilan manga ini dengan cepat menarik perhatian industri animasi.
Adaptasi anime pertamanya mengudara pada tahun 1973, diproduksi oleh studio Nippon TeleMovie Productions. Meskipun serial ini tidak bertahan lama dan kurang dikenal, ia menandai langkah pertama Doraemon ke dunia animasi Jepang.
Titik balik kesuksesan globalnya datang dengan adaptasi anime kedua yang jauh lebih ikonik. Diproduksi oleh Shin-Ei Animation (studio animasi Jepang yang juga terkenal dengan Crayon Shin-chan), serial ini mulai tayang di TV Asahi pada tahun 1979 dan berlanjut selama 26 tahun dengan lebih dari 1.700 episode. Inilah versi yang dikenal dan dicintai oleh sebagian besar penonton internasional, termasuk di Indonesia. Pada tahun 2005, serial ini di-reboot dengan gaya visual yang lebih modern dan pengisi suara baru, tetapi tetap diproduksi oleh studio dan jaringan televisi yang sama.
Seluruh rantai produksi ini—dari manga yang diterbitkan oleh perusahaan Jepang, diadaptasi oleh studio animasi Jepang, dan disiarkan oleh jaringan televisi Jepang—menempatkan Doraemon tepat di jantung industri anime. Ia mengikuti jalur klasik "manga-ke-anime" yang juga dilalui oleh sebagian besar judul anime terkenal lainnya.
3. Analisis Genre dan Target Audiens: Mengapa Doraemon Terasa Berbeda?
Jika Doraemon secara teknis adalah anime, mengapa banyak orang ragu-ragu untuk melabelinya demikian? Jawabannya terletak pada genre dan target audiensnya.
Di dunia Barat, gelombang popularitas anime sering kali didominasi oleh genre shonen dan seinen (untuk pria dewasa). Serial seperti Naruto, One Piece, Bleach, dan yang lebih baru seperti Jujutsu Kaisen dan Demon Slayer menampilkan pertarungan epik, alur cerita yang kompleks, pengembangan karakter jangka panjang, dan terkadang tema yang lebih gelap. Inilah citra "anime" yang tertanam di benak banyak penonton global.
Doraemon, di sisi lain, masuk ke dalam demografi yang disebut Kodomomuke (こども向け), yang secara harfiah berarti "ditujukan untuk anak-anak". Anime kodomomuke memiliki ciri khas yang berbeda:
- Struktur Episodik: Sebagian besar episode Doraemon adalah cerita mandiri. Nobita menghadapi masalah, Doraemon mengeluarkan alat ajaib, Nobita menyalahgunakannya, dan pelajaran moral pun didapat. Struktur ini memudahkan anak-anak untuk menonton episode mana pun tanpa perlu mengikuti alur cerita yang rumit.
- Fokus pada Nilai Moral: Setiap cerita Doraemon secara implisit atau eksplisit mengajarkan pelajaran tentang persahabatan, kejujuran, kerja keras, konsekuensi dari kemalasan, dan pentingnya imajinasi.
- Nada yang Ringan dan Komedi: Meskipun terkadang ada momen emosional, nada keseluruhannya sangat ringan, humoris, dan optimis. Tidak ada kekerasan grafis atau tema dewasa yang kompleks.
- Desain Karakter yang Sederhana dan Menarik: Desain karakter Doraemon yang bulat, sederhana, dan ramah sengaja dibuat agar mudah dikenali dan disukai oleh anak-anak.
Karena karakteristik ini, Doraemon terasa sangat berbeda dari anime shonen yang penuh aksi. Perbedaan inilah yang menyebabkan keraguan. Orang mungkin berpikir, "Jika anime adalah tentang ninja dan samurai, bagaimana mungkin robot kucing yang mengajarkan moral bisa disebut anime?" Kenyataannya, genre kodomomuke adalah bagian yang sangat besar dan penting dari lanskap anime di Jepang. Serial lain seperti Anpanman, Chibi Maruko-chan, dan Hamtaro juga merupakan anime kodomomuke yang sangat populer di negara asalnya. Doraemon bukan pengecualian; ia adalah contoh utama dari genre ini.
4. Dampak Kultural Doraemon sebagai Duta Anime
Jauh dari sekadar "anime biasa", Doraemon memegang posisi terhormat sebagai salah satu duta budaya Jepang yang paling diakui. Perannya dalam memperkenalkan animasi Jepang ke panggung dunia tidak dapat diremehkan.
Bagi banyak negara, terutama di Asia (termasuk Indonesia), Amerika Latin, dan sebagian Eropa, Doraemon adalah "anime pertama" mereka. Jauh sebelum internet mempopulerkan Attack on Titan atau My Hero Academia, Doraemon sudah menjadi tayangan rutin di televisi lokal. Ia menjadi gerbang masuk yang lembut dan menyenangkan ke dunia animasi Jepang, membuka jalan bagi judul-judul lain untuk mengikuti.
Pengakuan atas perannya ini bahkan bersifat resmi. Pada tahun 2008, Kementerian Luar Negeri Jepang membuat keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan menunjuk Doraemon sebagai Duta Anime (Anime Ambassador) pertama di negara itu. Tugas resminya adalah untuk mempromosikan budaya dan animasi Jepang ke seluruh dunia, menunjukkan betapa dalamnya karakter ini tertanam dalam identitas nasional Jepang. Tidak ada pengakuan yang lebih kuat tentang statusnya sebagai ikon anime selain penunjukan resmi oleh pemerintahnya sendiri.
Tema-tema universal yang diusungnya—persahabatan, harapan, dan keajaiban teknologi—membuatnya mampu melintasi batas-batas budaya dengan mudah. Kisah Nobita yang selalu sial tetapi tidak pernah menyerah (berkat bantuan temannya) adalah sesuatu yang dapat dirasakan oleh anak-anak di mana pun.
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Anime, Sebuah Fenomena
Jadi, untuk kembali ke pertanyaan awal: apakah Doraemon termasuk anime? Jawabannya adalah ya, tanpa keraguan sedikit pun. Berdasarkan definisi teknis (animasi dari Jepang), sejarah produksinya (dari manga ke studio anime Jepang), dan pengakuan budayanya, Doraemon adalah anime tulen.
Keraguan yang mungkin muncul bukan karena Doraemon kurang "anime", melainkan karena persepsi banyak orang tentang anime telah dipersempit oleh genre-genre tertentu yang lebih dominan di pasar internasional. Doraemon adalah pengingat yang kuat bahwa dunia anime sangat luas dan beragam, mencakup segala sesuatu mulai dari petualangan fantasi yang epik hingga komedi situasi yang mengharukan untuk anak-anak.
Pada akhirnya, Doraemon bukan hanya sebuah anime; ia adalah salah satu anime paling penting yang pernah dibuat. Ia adalah ikon budaya, duta global, dan sahabat imajiner bagi jutaan orang. Statusnya sebagai pilar animasi Jepang sudah terpatri dalam sejarah, membuktikan bahwa sebuah cerita sederhana tentang persahabatan antara seorang anak laki-laki yang canggung dan robot kucing dari masa depan dapat menjadi salah satu karya seni populer yang paling abadi di dunia.
